agar anak tidak nakal
Terapi Anak Nakal
Saya mulai risalah ini dengan mengatakan bahwa nakal itu
anugerah. Mungkin anda dan banyak lainnya yang menolak hal tersebut. Dengan
alasan bagaimana mungkin hal yang dianggap negative disebut anugerah?
Ya. Prakata di atas memang singkat. Namun dapat kita ambil
kesimpulan sementara bahwa yang membedakan satu manusia dengan manusia lainnya (salah
satu factor pentingnya) adalah sudut pandang atau cara pandang terhadap
sesuatu.
Kata nakal, hampir semua saya yakin akan menyimpulkannya
negative. Padahal saya berkeyakinan bahwa api yang panas, samurai yang tajam,
bom atom/ nuklir, hatta sabu-sabu apabila digunakan sesuai fungsinya akan
memberi manfaat yang luas bagi setiap penggunanya.
Seseorang baru bisa dikatakan zhalim apabila menempatkan
sesuatu tidak pada tempatnya.
Ya sih, memang mudah mengatakan, aplikasinya yang berat.
Hehehe.
Mengenai nakal. Saya yakin masing – masing kita juga punya
standar yang berbeda-beda. Nakal itu seperti apa sih???
Saya coba Tanya teman kerja, kebetulan kami sama-sama di
lembaga pendidikan dengan sistem asrama, kebayangkan bagaimana di asrama? Yupz,
24 jam membersamai santri dari berbagai daerah dan latar belakang ekonomi serta
sosial yang beragam, dia menjawab; “Nakal itu saat si anak tidak taat dengan
aturan yang ada”.
Lain pula dengan seorang ‘alim, muballigh, akademisi agama
Islam, beliau berkata; “Wallahua’lam,
ini menurut ana, kalau anak tersebut melanggar aturan, atau norma/etika, tidak
mau taat perintah, melakukan hal hal yang sifanya negatif, tidak mencerminkan
akhlak yang baik. Itu semua identik dengan kenakalan menurut ana ustadz yang
tentu tingkat kenakalan sendiri beragam”.
Seorang guru lulusan madinah berkata; “Nakal adalah melanggar
perintah Allah, sedang dia sudah mengerti, sudah mukallaf”. Sudah mengerti dan
masih melanggar, itu anak nakal.
Masing-masing punya pandangan yang berbeda. Mungkin yang jadi
kesimpulan itu berdasarkan pengalaman hidup sepanjang hayat mereka. Kedua, bisa
jadi berbeda karena ilmu/ wawasan yang berbeda pula. Pepatah lama agaknya bener
nih, lama hidup banyak dirasa, jauh melangkah banyak dilihat, alam takambang
jadi guru.
Variable anak nakal.
Maklum bagi setiap orang, lingkungan amatlah besar
pengaruhnya bagi tumbuh kembang karakter seorang anak. Terutama sekolah pertama
dan guru utama si anak, yaitu rumah dan orang tua. Lalu, lingkungan bermain,
teman bermain, dan sekolah atau komunitas.
Kita mulai dari rumah. Rumah adalah madrasah pertama bagi si
anak. Anak terlahir dalam keadaan fitrah, yaitu bertauhid, suci lahir dan
batin. Lantas orangtualah yang paling bertanggungjawab atas warna dari anak
tersebut dalam pertumbuhannya. Apabila ayah ibunya berakidah yang salimah,
tentu anaknya juga akan tumbuh dengan hal tersebut. Demikian sebaliknya. Akhlak
baik orangtua menular kepada anak. Demikian dengan akhlak buruk. Ayah yang
kasar dalam bertutur kepada anak atau ibunya, tentu akan membekas kepada si
anak. Anak adalah peniru yang paling baik. Sebab itu ayah dan bunda tidak boleh
sembarangan berucap, bertingkah di hadapan anak. Sebab anak meniru. Maka, jika
ayah ingin anak baik, bukan si anak dituntut terlebih dahulu menjadi baik, anak
dipaksa masuk pondok agar menjadi anak soleh, rajin shalat, tapi si ayah
sendiri jarang shalat. Ayah berkata pada anak jangan merokok, ayah sendiri
merokok bahkan berkata di depan anak jika tidak merokok pusing kepala ayah,
sebagian malah berkata lebih baik tidak makan daripada tidak merokok, innalillah,
pendidikan macam apa ini? Lalu jika si anak salah, keliru prilakunya, si ayah
marah bukan main kepada anak. Padahal, yang mengajarkan (secara tidak sadar)
adalah ayah sendiri.
Belum lagi jika dikaji dari sudut lain, yaitu halal atau
haram makanan yang disuguhkan oleh orangtua kepada anak. Penelitian membuktikan
bahwa makanan yang sering dikonsumsi mentransfer sifat kepada konsumennya.
Contohnya. Daging hewan apa yang sering anda konsumsi? sapi? kambing?
unta? ayam? Ikan? Atau (maaf) babi? anjing? Kera? Ingat! Semuanya mentransfer
sifat kepada anda.
Di Eropa dan Amerika misalnya, telah menghalalkan LGBT,
termasuk Thailand di Asia, mengapa demikian? salah satu jawabannya adalah
konsumsi daging bagi dan kera. Babi dan kera ternyata merupakan hewan yang suka
dengan sesama jenis (LGBT).
Itu adalah hewan yang nyata-nyata haram, dikonsumsi dan
membawa sifat kepada konsumennya, lalu bagaimana dengan makanan yang dzatnya
halal, tapi dibeli dengan harta hasil riba, mencuri, korupsi dan sebagainya,
maka jangan salahkan si anak ketika dinasehati pada kebenaran, hatinya
tertutup, telinganya tersumbat dari memperoleh nasehat, matanya senang dengan
keharaman, kakinya melangkah ke tempat maksiyat, dan seterusnya, sebab makanan
yang dimakan di rumah tidak halal. Maka, ayah dan bunda di rumah harus
hati-hati dengan yang masuk ke perut anak. Pastikan halal, halal dan halal.
Alangkah indah ajaran Nabi ﷺ. Suatu ketika sahabat datang kepada Nabi
dan berkata; “ya Rasulallah, saya baru makan kambing, apakah saya harus
berwudhu? Nabi berkata; tidak perlu. Sahabat bertanya lagi; kalau daging unta
ya Rasul? Nabi menjawab: iya”. Lalu kita bertanya, logikanya kenapa Nabi
menyuruh harus berwhudu setelah makan daging unta? Hal tersebut terjawab di
abad modern ini, ternyata unta memiliki sifat buruk, yaitu pendendam, penyimpan
kesal, sehingga dengan whudu tersebut akan mensucikan pelakunya dari sifat
buruk unta tadi.
Variable lain, kenapa anak nakal? Lingkungan
bermain, sekolah dan masyarakat. Kamu adalah dengan siapa teman dudukmu. Sekali
lagi, akhlak buruk itu menular. Maka, pastikan lingkungan bermain anak-anak
kita juga baik. Sebaik apapun lingkungan rumah, jika masyarakatnya rusak,
sekolahnya tidak mendukung, anak tetap berpotensi menjadi salah pergaulan.
Untuk variable yang satu ini agak kompleks permasalahannya, sebab terkait
dengan stakeholder yang ada di masing-masing daerah. Andai semua pejabat
pemerintah kita sholih, tentu lingkungan ini dapat dijamin aman dan sehat
masyarakatnya. Sayangnya, sulit untuk mencapai itu. Sebab terlalu banyak
kepentingan di dalamnya. Bahkan tidak jarang justru yang bermain dan merusak
adalah para aparat pemerintah kita.
Terakhir, sudut pandang kami, (naudzubillah)
memang takdir telah mendahului si anak, ia merupakan ahli neraka. Tidak ada
yang dapat merubah kalimatKu, firman Allah. Sekalipun ia seorang Nabi, seperti
Nabi Nuh ‘Alaihissalam, Aisiyah dan Firaun, Abu Jahal paman Nabi bahkan
didoakan oleh Nabi, dan sebagainya. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang
Dia kehendaki, dan menyesatkan siapa yang Dia kehendaki. Sebab itu, sebagai
orangtua, karena kita tidak mengetahui yang ghaib, kita hanya bisa berpasrah
dengan terus berdoa kepada Allah sejak sebelum menikah, saat menikah hingga
anak lahir dan tumbuh besar, sampai saat itupun mesti didoakan. Doa adalah
senjata orang mukmin. Jangankan urusan iman dan hidayah Allah, urusan garam
untuk makananpun Nabi mengajarkan kita untuk meminta kepada Allah. Tiada yang
dapat merubah takdir itu, melainkan doa.
Cara menghadapi anak
nakal.
Sebelum kami sampaikan kiat atau cara menghadapi anak nakal, telah
kami sampaikan bahwa anak terlahir dengan karakternya masing-masing, maka
pendekatannya pun tidak dapat disamakan. Ingat, berbeda anak, berbeda pola
asuhnya.
Pengalaman kami. Ada anak yang dimotivasi, diiming-imingi
sesuatu alias diberi umpan positif maka si anak akan semakin semangat untuk
berubah, belajar dan mengejar prestasi. Ada pula harus dengan pemberian sanksi,
hukuman. Ditegur dengan tegas, si anak pun mau berubah. Sebagian besar diberi
perhatian lebih, menjadi pendengar yang baik untuknya, penuhi kebutuhannya,
bantu tugas keseharian belajarnya, dan sebagainya, si anakpun siap bekejasama
dengan guru untuk update diri. Sebagian lagi dengan melibatkan orang yang
disayangi oleh si anak terutama ayah dan ibunya. Anak tipe ini, siap bertaubat
nasuha, asalkan kesalahan yang pernah dilakukan tidak disampaikan kepada
orangtuanya.
Di atas itu semua, sentuh si anak tepat di hatinya. Hati
merupakan tuan bagi seluruh anggota badan. Jika hatinya menurut, mendengar,
tentu seluruh anggotanya akan tunduk. Gunakan metode dialog, musyawarah.
Kalaupun ingin menetapkan harus ada sanksi, maka utamakan membuat kesepakatan
bersama anak. Apalagi anak yang kita hadapi hari ini adalah anak-anak yang
berbeda sekali jamannya dengan dulu. Anak-anak hari ini cenderung ingin bebas,
tidak mau dikekang, diatur (apalagi anak laki-laki), maunya serba instan, tidak
mau ribet, harus menarik perhatian mereka, menyenangkan, dan sebagainya.
Bayangkan, jika kelas hari ini yang diisi anak-anak semacam itu, dihadapkan
pada metode ajar yang monoton, satu arah, mengandalkan ceramah, guru masuk
kelas dan berkata; “ayo anak-anak, buka bukunya halaman sekian, silahkan dibaca,
setelah itu kerjakan latihan halaman sekian ya”, maka wajar anak-anak tersebut
merasa bosan, berkesimpulan sekolah tidak menarik, akhirnya lari ke kebiasaan
negative seperti pacaran, nongkrong di PS store dan main game seharian, bolos
sekolah, ada juga yang langsung cari pekerjaan dan meninggalkan bangku sekolah.
Ingat, metode keras, paksaan cenderung tidak relevan
diterapkan di sekolah atau rumah hari ini. Jangan sampai karena kealfaan kita
sebagai pendidik, anak-anak lari dari sekolah atau rumah. Jika mereka demikian,
lalu kemana kira-kira tempat bernaung mereka? apakah kita rela mereka di
jalanan? Di café-café hingga larut malam? Tentu tidak bukan?
Kurikulum pendidikan hari ini, ada menariknya juga untuk
dilihat, dipelajari dan diamalkan. Menteri pendidikan menerapkan konsep merdeka
belajar di sekolah. Fungsi guru lebih kepada fasilitator. Bagaimana
pembelajaran dikemas semenarik mungkin dan berdasarkan minat dan bakat peserta
didik. Disamping itu, kurikulum yang disusun merupakan kurikulum yang terpersonalisasi,
sesuai kebutuhan peserta didik. Peran orangtua juga dilibatkan dalam proses
penyusunan kurikulum terpersonalisasi tadi serta dalam proses pembelajaran
sehari-hari.
Konsep kurikulum tersebut, hanya akan ditemukan di
sekolah-sekolan non formal, kesetaraan. Dulu, kita mengenalnya dengan sekolah
kejar paket. Sekolah tidak, ijazah dapat. Itu dulu. Sekarang telah banyak
perubahan dalam dunia pendidikan non formal ini. Kurikulumnya lebih tertata
dengan baik, lulusannya bisa bersaing dengan lulusan sekolah formal, sama-sama
masuk perguruan tinggi favorit dalam maupun luar negeri. Karya anak-anak
sekolah non formal banyak ditemukan di sekitar kita. Tidak sedikit dari mereka
yang hari ini sukses dalam karirnya.
Oleh karena itu, sekolah non formal saat ini bisa menjadi
salah satu alternative opsi terutama bagi anak-anak dengan “kepribadian
khsusus”.
Komentar
Posting Komentar