Alergi dengan Kata Khilafah, Jihad dan Ummah???
Alergi dengan Kata Khilafah, Jihad dan Ummah???
Setiap
peradaban hadir dengan budaya dan bahasanya yang khas, pun dengan agama Islam
lahir di jazirah Arab dengan bahasa serta budayanya yang berbeda dengan
peradaban bangsa manapun. Islam menolak menyembah berhala dan mengajak kepada
tauhid, menghapuskan kasta-kasta dan fanatisme golongan, emansipasi wanita,
menghapus perbudakan, semua manusia derajatnya sama kecuali dengan takwa, dan
semua orang beriman adalah bersaudara. Dengan semua itu Islam hadir di tengah-tengah
bangsa Arab.
Di
masa Rasulullah ﷺ dan era Khulafaur
Rasyidin, Islam telah berhasil menaklukkan dua imperium besar kala itu,
Persia dan Romawi.
Sejarah
mencatat, peradaban Islam pernah berkuasa di Spanyol selama 800 tahun lamanya,
hari ini bukti-bukti otentik peradaban itu masih berdiri tegak di negeri
tersebut. Di masa itu pula lahir ulama-ulama, filosof, ahli kimia, teknologi
dan sebagainya.
Di
India, Islam mengepakkan sayapnya di timur hingga barat dalam kurun waktu 1000
tahun. Kesultanan Delhi, Gujarat, Mughal dan lainnya menjadi saksi.
Hatta,
di Asia Tenggara ini, Islam hadir dan membawa peradaban yang tinggi. Kerajaan
Aceh, kerajaan Islam Mataram, kerajaan Islam Demak, Perlak, Minangkabau, dan
sebagainya, merupakan bukti nyata peradaban Islam itu pernah mewarnai
semenanjung tanah Nusantara.
Pengaruh
agama ini membentang dari timur hingga barat, utara hingga selatan belahan
bumi, kata kunci bagi kejayaan Islam di masa-masa tersebut tiada lain adalah
ketiga kata ini; KHILAFAH, JIHAD dan UMMAH.
Daulah
Islam berada di bawah satu pemimpin yaitu khalifah, dan sistem pemerintahannya
disebut khilafah. Hukum yang diterapkan adalah hukum Allah (Al Quran) dan
RasulNya. Kehidupan masyarakat diwarnai dengan dua perkara besar tersebut. Jual
beli tidak dengan sistem riba, mata uang yang dipakai adalah dinar dan dirham,
wanita-wanitanya terjaga, hak-hak fakir miskin dan dhuafa’ serta orang
terlantar terjamin dan terlindungi, negeri-negeri damai, makmur, dan yang
paling penting izzul Islam dan muslimin tegak, tiada yang berani menodai.
Sistem
khilafah memberikan nilai penting dalam kehidupan kaum muslimin, yaitu orang
beriman adalah satu tubuh yang saling terhubung dan satu dengan lainnya saling
melengkapi. Jika di Asia muslimin dizalimi, maka menjadi kewajiban saudaranya
di Palestina untuk membantu dan sebaliknya. Darah, harta dan kehormatan mereka
nilainya sama di mata muslimin. Sedikitpun dari hal tersebut tidak boleh
diambil tanpa haknya.
Ironinya,
khilafah hari ini sudah tidak ditemukan perwujudannya, bahkan penggunaan kata
khilafah saja pun sudah lama dilarang untuk dipakai. Orang atau kelompok yang
berani memakai kata tersebut akan dicap ekstrimis, anti toleransi, teroris dan
sederet label negative lainnya. Sebut saja HTI, FPI, dan ormas lainnya yang
bernasib sama. Sehingga tidak heran jika milenial hari ini juga telah
terstigmatisasi bahwa Islam ini radikal, intoleran, anti NKRI dan sebagainya,
apalagi bila diajak bicara tentang khilafah, otomatis mereka cenderung respon
negative. Hal itu tidak bisa disalahkan, sebab memang itulah yang dilakukan
para pemenang dalam pertarungan peradaban, yaitu mengubur habis ajaran yang
berseberangan dengannya, sebut saja Belanda di Indonesia, Belanda datang bukan
hanya untuk mengeruk hasil bumi tapi ada misi lain, yaitu glory dan gospel.
Tentu akan berbeda jika milenial ini lahir di masa kejayaan Islam Abbasiyah,
Umayyah dan lainnya, pasti stigmanya mungkin akan berbeda. Sebab, tidak sama
orang yang melihat dengan orang yang mendengar berita.
Musuh-musuh
Islam sangat paham, bahwa apabila muslimin memahami agamanya dengan baik,
termasuk simbol-simbol keislamannya dipegang dengan teguh, tentu mereka tidak
akan dapat menguasai apalagi menghilangkan Islam dari negerinya, maka termasuk
cara yang mereka lakukan adalah hadirkan kosakata baru yang tidak berbau Islam,
buat mereka mencintai kata tersebut dan sebaliknya lenyapkan kosakata islami,
buat berkonotasi negative, sehingga dengan sendirinya generasi agama Islam ini
akan meninggalkan ajaran agamanya secara perlahan tapi pasti, menarik bukan? Mereka
bisa menaklukkan jutaan kaum muslimin tanpa aksi penyerangan fisik sebagaimana
jaman dahulu, sebab sejatinya mereka juga mengerti jika umat Islam bersatu di
bawah komando kholifah, niscaya tidak akan mampu mereka lawan di kancah
peperangan.
Jihad,
merupakan pintu utama untuk menjaga kedua hal tersebut, khilafah dan ummah. Ya,
tentu jihad yang kami maksud tidak semata jihad secara harfiyah yaitu melawan
musuh di medan perang, jihad yang dimaksud termasuk membentengi umat dari
rongrongan budaya barat (sekularisme, liberalisme, gerakan anti Islam,
Islamophobia, kristenisasi, dsb), juga dari musuh agama yang hanif ini, bangsa
yahudi. Beramar ma’ruf dan nahi munkar terhadap sesama muslim merupakan bagian
dari jihad. Apabila pintu jihad ini sudah tidak diperhatikan oleh generasinya,
tentu dengan mudah musuh-musuh Islam dapat mengalahkan mereka, mempermainkan
agamanya, mengolok AL Quran, dan sebagainya.
Jihad
di masa sekarang ini dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan. Pusat pembentukan
watak, pola pikir, bahkan keyakinan suatu generasi setelah rumah adalah tempat
belajarnya. Maka, sekolah merupakan poros jihad dan benteng terbaik dalam
menjaga generasi milenial ini.
Persoalan
lembaga pendidikan di negeri kita juga sangat kompleks. Mulai dari kurikulum
yang tidak menentu arahnya, cenderung monoton, tidak mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat, tidak mampu bersaing mengikuti perkembangan kehidupan global,
apalagi jika bicara tentang nilai-nilai luhur budaya bangsa, akhlak mulia dan
aqidah yang salimah. Anak-anak hari ini digiring untuk belajar di rumah via
online dan hanya dengan porsi waktu yang kecil peserta didik bertatap muka
dengan gurunya. Padahal, idealnya pembelajaran itu tatap muka/ offline. Online
juga bagus, tapi ada sisi yang tidak bisa digantikan oleh online, yaitu ikatan
batin atau bertemunya ruh guru dan murid sehingga pembelajaran lebih membekas
kepada peserta didik. Belum lagi persoalan kredibilitas dan integritas guru
hari ini yang juga menjadi perhatian. Ini semua merupakan ladang jihad masa
kini. Siapapun yang mengambil bagian di dalamnya dan tanpa mengharap apapun
selain mencari ridho Allah, melahirkan generasi yang shalih, niscaya ia
memperoleh pahala yang besar disisi Tuhannya serta kebahagiaan yang hakiki
dunia-akherat.
Orang
yang berjihad di lembaga pendidikan berpotensi bahagia dunia akherat? Iya.
Mengajar adalah pekerjaan mulia. Para malaikat mencintai para guru yang ikhlas
dalam melaksanakan tugasnya, mendoakan mereka, bertasbih dan memohonkan ampunan
baginya.
Para
guru, jika mereka lurus, akan menjadi benteng yang kokoh dalam membendung arus
budaya luar yang merusak. Peran guru amatlah besar. Di tangan mereka nasib atau
masa depan milenial hari ini ditentukan. Apabila gurunya serius dalam mendidik,
tanpa mengenal pamrih, manjaga diri dari hal-hal yang syubhat apalagi haram,
tentu guru tersebut akan mampu menelurkan generasi yang baik. Demikian
sebaliknya. Ibarat kata pepatah, seseorang yang tidak memiliki sesuatu,
bagaimana dia akan memberikan sesuatu itu. Maka, guru dahulu yang harus
menuntut dirinya untuk menjadi pribadi yang sholih dan benar sebelum menuntut
muridnya apalagi masyarakat sekitarnya. Jauh panggang dari api jika guru dan
murid saling menuntut dan menyalahkan.
Berkat
didikan guru yang sholih akan lahir generasi yang sholih dan seterusnya hingga
pada gilirannya akan terbentuk masyarakat yang baik serta title khoiru ummah
bisa diwujudkan. Tidakkah sobat milenial ingin menjadi bagian dari umat yang
terbaik tersebut? Bagaimana langkah-langkahnya?
#YukBELAJAR
#STOPANTIdenganidentitasIslam
Komentar
Posting Komentar