Kriteria manusia yang selamat


Kriteria manusia yang selamat

Manusia diciptakan Allah dari asal yang satu yaitu adam dan materi yang sama yaitu tanah. Akan tetapi dalam perjalanannya di kehidupan dunia masing-masing manusia berbeda derajatnya, begitu pula di negeri akherat, semua berada pada kedudukannya tergantung perbuatan dan hatinya. Amal anak Adam yang selaras dengan kehendak Allah, dipandang sebagai perbuatan mulia dan berdampak kepada baik atau tidaknya hati manusia tersebut. Amal dan hati yang baik, tentu mengundang nur dari Allah untuk orang tersebut. Sebaliknya, amal dan hati yang rusak, mengundang murka Allah.

Salah satu kriteria manusia dengan maqom tinggi, dijamin selamat dan pasti bahagia di dua alam adalah insan bertaqwa. Taqwa, mematuhi semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah. Di awal surat Al Baqarah, kita menemukan ciri orang bertaqwa.

Pertama, beriman kepada yang ghaib. Iman artinya percaya, yakin. Ghaib artinya tidak tampak, tidak bisa diindera. Yaitu percaya akan perkara-perkara diluar alam nyata ini; adanya Allah, malaikat, hari berbangkit, adzab kubur, surga, neraka, dan sebagainya.

Adanya Allah, tidak bisa dilihat atau dijangkau oleh pandangan mata telanjang, namun bisa dirasakan oleh pandangan hati yang baik. Alam terhampar dengan segala keragaman di dalamnya merupakan bukti wujud Allah. Logika sederhana, kita bisa menafikan pernyataan bahwa sebuah kursi kayu ada dengan sendirinya. Lalu, bagaimana dengan alam semesta beserta isinya ini? Sebagian orang mengatakan ada dengan sendirinya karena bertubrukan, lalu membelah, dan jadilah pulau-pulau, dan sebagainya. Sangat tidak logis, kursi kayu saja diyakini ada pembuatnya, lantas alam jagad raya ini dinafikan penciptanya. Manusia dengan segala keunikannya, bersuku-suku dan bangsa-bangsa, terjadi begitu saja? Tanpa ada yang mencipta dan mengatur dengan demikian rapi?

Justru adanya keragaman tersebut membuktikan adanya Dzat Yang Maha segalanya, yaitu Allah.

Adanya malaikat, bisa diyakini, disamping dalil naqli yang sharih menyebut malaikat, tugasnya, bahkan namanya. Logika menguatkan, di masa sekarang, untuk memantau masyarakat, polisi tidak harus 24 jam mengawasi jalanan, kota-kota, bangunan dan sebagainya, cukup melalui CCTV. Bahkan sekarang ini dengan kemajuan teknologi, DNA diambil, orang di Amerika sana bisa tahu kemana pak Jokowi sehari-harinya. Allah memiliki CCTV yang ia pasang di kiri dan kanan setiap hambanya yang bernama malaikat. Malaikat jumlahnya sangat banyak. Jelas lebih banyak dari jumlah umat manusia. Tugasnya juga berbeda-beda. Mereka adalah mahkluk Allah yang selalu taat dengan perintah Allah. Tidak memiliki nafsu seperti manusia.

Iman kepada yang ghaib ini jika menjadi karakter bagi setiap orang, akan menjadi benteng yang sangat kokoh dari berbagai persoalan maupun tantangan hidup. Apalagi di masa sekarang ini, masa dimana semua serba tidak pasti, teknologi maju pesat, akses informasi begitu mudah, dunia dalam genggaman, semua serba klik, dan sebagainya, terutama para pemuda kita, jika tidak ditanamkan sejak dini dengan iman kepada yang ghaib ini, maka dikhawatirkan akidahnya bisa rusak, akhlak atau moral bisa hancur, adat budaya tidak diminati sebaliknya senang dengan budaya asing.

Budaya asing demikian mudah mempengaruhi generasi muda kita, disebabkan arus informasi yang tidak bisa dibendung. Ditambah, orang tua juga tidak mungkin mengawasi anaknya selama 24 jam, terutama di saat jam kerja dan istirahat malam. Anak di kamarnya seorang diri, tanpa ada yang mengawasi. Semua hadir dalam gadget si anak. Jika dasar iman kepada ghaib belum mewarnai jiwa si anak, bisa jadi gadget di tangan jadi laluan racun budaya asing.

Penanaman iman kepada yang ghaib ini dapat dilakukan sejak dini. Misalnya, seorang ibu selalu menyebut nama Allah di sisi si anak, sebelum makan, minum, menjelang tidur, berpakaian, dan sebagainya.

Kedua, mendirikan shalat. Shalat adalah doa dan pintu komunikasi hamba dengan Tuhannya. Jika baik shalat seseorang, maka baik pula seluruh amalnya. Shalat menjadi tolak ukur iman seseorang, terutama shalat di dua waktu dingin yaitu subuh dan isya. Shalat dapat dijadikan terapi bagi mereka yang lisan dan hatinya kasar. Shalat yang dimaksud tentu harus sesuai dengan tuntunan Nabi. Itulah shalat yang diterima dan beratsar. Orang yang meyakini tidak wajib shalat, meskipun ia bersyahadat, maka ia dihukumi kafir. Bahkan, orang yang lupa atau tertidur pulas pun ketika bangun atau tersadar maka harus mengganti shalatnya tersebut.

Shalat yang dilaksanakan dengan baik sesuai ajaran Nabi memberikan dampak positif bagi pelakunya. Di akherat, mendapatkan pahala yang agung di sisi Allah dan syurgaNya. Di dunia, hatinya tentram, selalu mendapat jalan keluar untuk setiap urusannya, bahkan ilmuwan modern membuktikan shalat ini berdampak positif bagi kesehatan, kecerdasan otak, kecerdasan emosional, dan pencernaan.

Ketiga, menunaikan zakat. zakat ditunaikan untuk mensucikan diri dan harta yang dimiliki. Zakat diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya yaitu 8 golongan penerimanya, yaitu Fakir, miskin, riqab, gharim, fii sabilillah, ibnu sabil, muallaf dan ‘amil zakat. orang yang taat zakat adalah ciri orang bertaqwa. Sebab, satu dari rukun Islam yang 5 adalah menunaikan zakat.

Keempat, berinfaq. Berinfaq yaitu mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki terutama untuk mereka yang membutuhkan. Tidaklah seseorang sampai pada puncak keimanan, sehingga ia mampu menginfakkan sebagian harta yang ia cintai untuk didermakan kepada orang lain. Barangsiapa yang dijaga dari kikir, rakus akan harta, sungguh ia orang yang beruntung. Betapa matematika Allah selalu paling unggul. Manusia semakin mengeluarkan hartanya di jalan Allah, justru ia semakin berkecukupan. Ini bukti janji Allah itu benar. Tidak ada orang yang rajin berderma, lalu jatuh miskin.

Melatih diri dengan berinfaq adalah baik. Berinfaq tidak akan menjadi kebiasaan kecuali anda memulainya semampu anda. Sebab tidaklah Allah memerintah kepada sesuatu, melainkan sebatas kemampuan hambanya. Pada hakikatnya berinfaq dianjurkan dalam keadaan lapang maupun sempit. Semakin sempit keadaan seseorang dan ia mampu untuk melakukannya, sungguh nilainya sangat besar di sisi Allah .

Apa yang engkau infaqkan dari hartamu, sesungguhnya itulah bagianmu, adapun yang engkau simpan di bank atau brankasmu, ia akan tinggal. Seorang ‘alim berkata, “jika seseorang berinfaq, maka harta tersebut berkata kepada munfiqnya; 1. Dahulu aku sedikit, sekarang aku menjadi banyak. 2. Dahulu aku fana, sekarang aku kekal. 3. Dahulu kamu menjagaku, sekarang aku yang akan menjagamu”.

Kelima, beriman kepada kitab-kitab terdahulu. Allah menurunkan kitab taurat, Zabur dan Injil kepada para Nabi terdahulu. Syariat kitab-kitab tersebut tentu berbeda dengan apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Namun, yang menarik adalah ada kesamaan visi yang mereka bawa. Yaitu mentauhidkan Allah dan mengajak kaumnya untuk tunduk dan patuh hanya kepada Allah. Ini merupakan signal positif bahwa para Nabi berasal dari Tuhan yang Satu, Esa, yaitu Allah .

Kitab terdahulu membenarkan kitab yang datang berikutnya, Rasul sebelumnya melakukan hal yang sama. Misalnya Nabi Musa, mengabarkan tentang akan diutusanya Nabi Isa dengan Injil, padahal jarak mereka ratusan tahun. Sayangnya, saat Isa bin Maryam diutus, Bani Israil mendustakannya bahkan membuat makar untuk membunuhnya.

Nabi Isa juga melakukan hal yang sama. Memberitakan akan kedatangan Nabi terakhir, yaitu Ahmad (nama Nabi di langit). Para ahli kitab sangat mengetahui kebenaran berita itu. Mereka turut menanti Nabi akhir zaman ini. Tiba waktunya Nabi diutus, mereka menyadari bukan dari Bani Israel, lagi-lagi mereka mendustakannya bahkan kembali melakukan makar untuk menghabisinya. Kali ini mereka gagal total melakukannya. Sekalipun kita temukan dalam sejarah, tidak sedikit pula dari mereka yang menerima cahaya Islam, seperti Abdullah Bin Salam, dan lainnya.

Seseorang yang beriman meyakini semua kitab tersebut datangnya dari Allah. Jika ia mengingkari kitab sebelumnya, maka imannya menjadi cacat. Seorang muslim memang dituntut untuk meyakini adanya kitab-kitab Nabi terdahulu. Namun bukan berarti kita juga dituntut membenarkan isi kitab yang ada saat ini apalagi mengamalkan isinya atau datang dan duduk di gereja misalnya untuk mendengarkan khotbah pendeta dengan dalih apapun. Sangat tidak perlu. Sebab, isi Al Kitab yang ada saat ini sudah tidak ada jaminan otentifikasinya. Banyak pemalsuan kata di dalamnya. Terutama perkara bathil yang disampaikan tentang ketuhanan Isa Bin Maryam. Isa Bin Maryam anak Allah. Tuhan itu tiga di dalam satu unsur yaitu bapa, roh kudus dan bunda maria. Alangkah dahsyatnya kesesatan yang mereka ajarkan dengan perkataan demikian itu, Maha Suci Allah dari memiliki anak. Ia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Tiada sesuatupun yang sekufu denganNya.

Ciri keenam. Mampu menahan marah, padahal ia mampu membalas, lalu memaafkan bahkan berbuat ihsan kepada orang yang memancing amarahnya. Sobat milenial, perkara shalat, puasa, zakat, haji barangkali hampir semua kita sanggup dan kuat melakukannya, akan tetapi bagaimana jika dihadapkan pada ego kita diganggu oleh orang lain? Darah muda yang mendidih, fisik yang masih kuat, dalam keadaan itu, orang menghina kita atau keluarga, lantas apa sikap sobat milenial? Apakah dengan mencaci balas? Atau mengambil batu dan melemparnya? Jika demikian, sobat milenial sama rendahnya dengan orang tersebut. Orang bertaqwa itu cerdas. Justru melihat dan mendengar orang yang memakinya adalah sebagai peluang amal ibadah, kesempatan berbuat ihsan dan meraih title taqwa. Semoga kita dimampukan oleh Allah.

Dan ketujuh, menepati janji apabila ia berjanji. Lawan dari sifat ini adalah khianat, ingkar janji. Hari ini, sulit kita mendapati manusia dengan karakter tersebut. Apalagi di kalangan pemimpin di negeri ini. Eksekutif, yudikatif, dan legislative mayoritas adalah para penabur janji di masyarakat di masa-masa kampanye. Bagaimana kiranya nasib mereka di hadapan Allah nanti di akherat. Sebagian kecil kita syukuri masih menepati dan memperjuangkan janji kampanyenya, seperti bapak Dr. Rasyid Anis Baswedan, Gubernur DKI Jakarta saat ini. Segudang prestasi beliau peroleh baik nasional maupun internasional. Jakarta dengan wajah baru benar-benar terwujud. Kepentingan masyarakat merupakan focus beliau. Anak bangsa yang satu ini menurut kami, manusia yang kuat. Sebab, lawan politiknya bukan hanya di DKI saja, melainkan di seluruh tanah air. Bahkan, serangan kepada beliau justru dari sisi pribadinya, bukan kinerjanya atau janji kampanyanya sebab kedua hal itu memang diwujudkan dan diperjuangkan oleh beliau. Yang berbahaya dari lawan politik beliau adalah mereka menggunakan cara-cara kotor, busuk, gila dan tidak sehat demi mematikan karakter pak Anis. Semoga Allah tolong beliau.

Janji Allah bagi orang bertaqwa.

1.      Barangsiapa bertaqwa niscaya Allah berikan kepadanya jalan keluar dari setiap persoalan hidupnya dan rezeki dari arah yang tidak ia duga.

2.      Barangsiapa bertaqwa niscaya Allah berikan ia kemudahan untuk setiap urusannya (dunia dan akherat)

3.      Barangsiapa bertaqwa niscaya Allah hapuskan kesalahan-kesalahannya yang lalu dan Allah ganti dengan pahala yang agung di sisiNya

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Problem lembaga pendidikan

Tips Memilih Pondok Pesantren (Sekolah lanjutan)

Alergi dengan Kata Khilafah, Jihad dan Ummah???