MUNAFIK
MUNAFIK
Al Quran merupakan satu-satunya kitab suci
yang hingga saat ini teruji otoritasnya dalam membuktikan kebenaran setiap
fakta dan data yang wujud di dalamnya. Ini merupakan bukti kuat bahwa Al Quran
bukanlah karangan Rasulullah. Pada bagian pangkal surat Al Baqarah, Allah
mengabarkan bahwa terdapat tiga golongan manusia berdasarkan ciri dan
karakternya masing-masing. Pertama, orang bertaqwa pada ayat satu sampai lima.
Kedua, orang kafir pada ayat keenam dan ketujuh. Ketiga, ada golongan munafik
pada tiga belas ayat berikutnya.
Dua golongan pertama, muttaqin dan kafirun, bMUNAFIK
Al Quran merupakan satu-satunya kitab suci
yang hingga saat ini teruji otoritasnya dalam membuktikan kebenaran setiap
fakta dan data yang wujud di dalamnya. Ini merupakan bukti kuat bahwa Al Quran
bukanlah karangan Rasulullah. Pada bagian pangkal surat Al Baqarah, Allah
mengabarkan bahwa terdapat tiga golongan manusia berdasarkan ciri dan
karakternya masing-masing. Pertama, orang bertaqwa pada ayat satu sampai lima.
Kedua, orang kafir pada ayat keenam dan ketujuh. Ketiga, ada golongan munafik
pada tiga belas ayat berikutnya.
Dua golongan pertama, muttaqin dan kafirun, begitu
jelas ciri dan karakternya. Sedangkan kelompok ketiga, munafiqun identik dengan
‘abu-abu’. Golongan ini merupakan satu dari 3 kelompok besar yang dihadapi Nabi
ketika hijrah ke Madinah kala itu. Tokoh utamanya adalah Abdullah Bin ubay Bin
Salul. Kelompok ini pula yang menghembuskan was was di kalangan orang beriman,
sehingga mundur dari medan jihad, memecah-belah barisan mukminin, bahkan
berencana membunuh Nabi, hingga akhirnya karena tidak bisa dirangkul, merekapun
diusir dari Madinah. Sepanjang perjalanan sejarah dakwah agama ini, bukan hanya
di pusat Islam ini lahir, hatta di Nusantara sendiri kelompok ini menjadi
penyakit kronis bagi tubuh muslimin.
Ciri mereka digambarkan dalam surat An Nisa
ayat 142-143. Allah berfirman: “ sesungguhnya orang munafik itu menipu
Allah, dan Allah akan membalas menipu mereka, apabila mereka mendirikan shalat,
mereka bermalas-malasan, hanya ingin riya’ kepada manusia, dan tidak berdzikir
kepada Allah kecuali hanya sangat sedikit”.
Mereka mencoba menipu Allah
yakni dengan menampakkan keislaman dan dukungan kepada Nabi saat berada di sisi
beliau dan jika berpaling ke belakang mereka kembali ke dalam kekafiran. Tidak
diragukan lagi bahwa Allah itu tidak dapat tertipu, karena sesungguhnya Allah
mengetahui semua rahasia dan semua yang tersimpan di dalam hati, tetapi
orang-orang munafik itu —karena kejahilan dan kurangnya pengetahuan serta
wawasan mereka— akhirnya menduga bahwa perkara mereka adalah seperti yang
terlihat oleh manusia dan pemberlakuan hukum-hukum syariat atas diri mereka
secara lahiriahnya dan di akhirat pun perkara mereka akan seperti itu juga.
Perkara mereka di sisi Allah adalah seperti apa yang diberlakukan terhadap
mereka di dunia sesat selamanya dan di akherat memasukkan mereka ke dalam api
neraka yang paling dasar.
Gambaran sifat orang-orang
munafik dalam melakukan amal yang paling mulia dan utama, yaitu salat. Jika
mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan penuh kemalasan, karena tiada
niat dan iman bagi mereka untuk melakukannya, tiada rasa takut, dan tidak
memahami makna salat yang sesungguhnya.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan
dari jalur Ubaidillah ibnu Zahr, dari Khalid ibnu Abu Imran, dari Ata ibnu Abu
Rabah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, makruh bagi seseorang berdiri untuk
salat dengan sikap yang malas, melainkan ia harus bangkit untuk menunaikannya
dengan wajah yang berseri, hasrat yang besar, dan sangat gembira. Karena
sesungguhnya dia akan bermunajat kepada Allah, dan sesungguhnya Allah berada di
hadapannya, memberikan ampunan kepadanya jika dia berdoa kepada-Nya. Kemudian
Ibnu Abbas r.a. membacakan firman Allah Swt.: Dan apabila mereka
(orang-orang munafik) berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas.
(An-Nisa: 142)
Mereka beramal karena riya’.
Yaitu tiada ikhlas dalam hati mereka, dan amal mereka bukan karena Allah,
melainkan hanya ingin disaksikan oleh manusia untuk melindungi diri mereka dari
manusia; mereka melakukannya hanya dibuat-buat. Karena itu, mereka sering
sekali meninggalkan salat yang sebagian besarnya tidak kelihatan di mata umum,
seperti salat Isya di hari yang gelap, dan salat Subuh di saat pagi nan dingin.
Tidak berdzikir kepada Allah kecuali hanya
sangat sedikit. Yakni dalam salat mereka; mereka tidak
khusyuk mengerjakannya dan tidak mengetahui apa yang diucapkannya, bahkan dalam
salat itu lalai dan bermain-main serta berpaling dari kebaikan yang seharusnya
mereka kehendaki.
Orang-orang munafik itu
dalam keadaan bingung antara iman dan kekafiran; mereka tidak bersama golongan
orang-orang mukmin lahir dan batinnya, tidak pula bersama golongan orang-orang
kafir lahir batinnya. Dengan kata lain, lahiriah mereka bersama orang-orang
mukmin, tetapi batiniah mereka bersama orang-orang kafir. Di antara mereka ada
orang yang pendiriannya labil lagi ragu, adakalanya cenderung kepada
orang-orang mukmin, dan adakalanya cenderung kepada orang-orang kafir.
Perumpamaan mereka seperti kambing yang tersesat di antara du gerombolan
kambing. Satu saat dia masuk ke kelompok kambing dan mengembik disana tetapi
tidak ada yang mengenalnya bahkan menyeruduknya, lalu ia ke gerombolan lain dan
diperlakukan sama.
Qatadah mengatakan, telah
diceritakan kepada kami bahwa Nabi Allah pernah membuat perumpamaan bagi orang
mukmin dan orang munafik serta orang kafir. Perihalnya sama dengan tiga orang
yang berangkat menuju ke sebuah sungai. Lalu orang mukmin menceburkan dirinya
ke sungai itu dan berhasil menyeberanginya. Kemudian orang munafik menceburkan
dirinya; tetapi ketika ia hampir sampai ke tempat orang mukmin, tiba-tiba orang
kafir menyerunya, "Kemarilah kepadaku, karena sesungguhnya aku merasa
khawatir denganmu." Lalu orang mukmin menyerunya pula, "Kemarilah
kepadaku, kemarilah ke sisi ku." Padahal jika ia berenang terus, niscaya
ia dapat memperoleh apa yang ada di sisi orang mukmin itu. Tetapi orang munafik
itu terus-menerus dalam keadaan kebingungan di antara kedua orang tersebut,
hingga keburu datang air bah yang menenggelamkannya. Orang munafik masih tetap
dalam keadaan ragu dan kebingungan hingga ajal datang menjemputnya, sedangkan
dia masih tetap dalam keraguannya.
Nabi ﷺ menyebutkan ciri orang
munafik ada tiga; pertama, jika berbicara dia suka berdusta. Hindarilah
berdusta karena ia menggiringmu kepada keburukan dan keburukan menggiringmu
kepada api neraka. Ironinya, kita mendapati kebanyakan manusia menghalalkan
berdusta demi rupiah atau bahkan untuk sekedar membuat orang tertawa. Hadza
haram. Kedua, jika berjanji dia mengingkari. Jaga lisan kita dari ringan
mengumbar janji, sebab janji akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan
Allah. Janji adalah hutang. Ketiga, jika diberi amanah ia berkhianat. Hal ini
menunjukkan bahayanya jika salah dalam memilih pemimpin. Sebab pemimpin yang
munafik tidak akan menjaga amanah yang diberikan bahkan condong merusak dan
menghancurkannya.
Munafiq terbagi dua. Munafiq
secara lisan dan munafik iman. Kelompok pertama, masih tergolong muslim,
kelompok kedua sudah keluar dari Islam. Kelompok kedua inilah yang disepakati
berada pada bagian paling dasar api neraka.
Semoga
Allah menjaga kita dari sifat-sifat munafik. Wallohul muwaffiq ila
aqwamitthariq.egitu
jelas ciri dan karakternya. Sedangkan kelompok ketiga, munafiqun identik dengan
‘abu-abu’. Golongan ini merupakan satu dari 3 kelompok besar yang dihadapi Nabi
ketika hijrah ke Madinah kala itu. Tokoh utamanya adalah Abdullah Bin ubay Bin
Salul. Kelompok ini pula yang menghembuskan was was di kalangan orang beriman,
sehingga mundur dari medan jihad, memecah-belah barisan mukminin, bahkan
berencana membunuh Nabi, hingga akhirnya karena tidak bisa dirangkul, merekapun
diusir dari Madinah. Sepanjang perjalanan sejarah dakwah agama ini, bukan hanya
di pusat Islam ini lahir, hatta di Nusantara sendiri kelompok ini menjadi
penyakit kronis bagi tubuh muslimin.
Ciri mereka digambarkan dalam surat An Nisa
ayat 142-143. Allah berfirman: “ sesungguhnya orang munafik itu menipu
Allah, dan Allah akan membalas menipu mereka, apabila mereka mendirikan shalat,
mereka bermalas-malasan, hanya ingin riya’ kepada manusia, dan tidak berdzikir
kepada Allah kecuali hanya sangat sedikit”.
Mereka mencoba menipu Allah
yakni dengan menampakkan keislaman dan dukungan kepada Nabi saat berada di sisi
beliau dan jika berpaling ke belakang mereka kembali ke dalam kekafiran. Tidak
diragukan lagi bahwa Allah itu tidak dapat tertipu, karena sesungguhnya Allah
mengetahui semua rahasia dan semua yang tersimpan di dalam hati, tetapi
orang-orang munafik itu —karena kejahilan dan kurangnya pengetahuan serta
wawasan mereka— akhirnya menduga bahwa perkara mereka adalah seperti yang
terlihat oleh manusia dan pemberlakuan hukum-hukum syariat atas diri mereka
secara lahiriahnya dan di akhirat pun perkara mereka akan seperti itu juga.
Perkara mereka di sisi Allah adalah seperti apa yang diberlakukan terhadap
mereka di dunia sesat selamanya dan di akherat memasukkan mereka ke dalam api
neraka yang paling dasar.
Gambaran sifat orang-orang
munafik dalam melakukan amal yang paling mulia dan utama, yaitu salat. Jika
mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan penuh kemalasan, karena tiada
niat dan iman bagi mereka untuk melakukannya, tiada rasa takut, dan tidak
memahami makna salat yang sesungguhnya.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan
dari jalur Ubaidillah ibnu Zahr, dari Khalid ibnu Abu Imran, dari Ata ibnu Abu
Rabah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, makruh bagi seseorang berdiri untuk
salat dengan sikap yang malas, melainkan ia harus bangkit untuk menunaikannya
dengan wajah yang berseri, hasrat yang besar, dan sangat gembira. Karena
sesungguhnya dia akan bermunajat kepada Allah, dan sesungguhnya Allah berada di
hadapannya, memberikan ampunan kepadanya jika dia berdoa kepada-Nya. Kemudian
Ibnu Abbas r.a. membacakan firman Allah Swt.: Dan apabila mereka
(orang-orang munafik) berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas.
(An-Nisa: 142)
Mereka beramal karena riya’.
Yaitu tiada ikhlas dalam hati mereka, dan amal mereka bukan karena Allah,
melainkan hanya ingin disaksikan oleh manusia untuk melindungi diri mereka dari
manusia; mereka melakukannya hanya dibuat-buat. Karena itu, mereka sering
sekali meninggalkan salat yang sebagian besarnya tidak kelihatan di mata umum,
seperti salat Isya di hari yang gelap, dan salat Subuh di saat pagi nan dingin.
Tidak berdzikir kepada Allah kecuali hanya
sangat sedikit. Yakni dalam salat mereka; mereka tidak
khusyuk mengerjakannya dan tidak mengetahui apa yang diucapkannya, bahkan dalam
salat itu lalai dan bermain-main serta berpaling dari kebaikan yang seharusnya
mereka kehendaki.
Orang-orang munafik itu
dalam keadaan bingung antara iman dan kekafiran; mereka tidak bersama golongan
orang-orang mukmin lahir dan batinnya, tidak pula bersama golongan orang-orang
kafir lahir batinnya. Dengan kata lain, lahiriah mereka bersama orang-orang
mukmin, tetapi batiniah mereka bersama orang-orang kafir. Di antara mereka ada
orang yang pendiriannya labil lagi ragu, adakalanya cenderung kepada
orang-orang mukmin, dan adakalanya cenderung kepada orang-orang kafir.
Perumpamaan mereka seperti kambing yang tersesat di antara du gerombolan
kambing. Satu saat dia masuk ke kelompok kambing dan mengembik disana tetapi
tidak ada yang mengenalnya bahkan menyeruduknya, lalu ia ke gerombolan lain dan
diperlakukan sama.
Qatadah mengatakan, telah
diceritakan kepada kami bahwa Nabi Allah pernah membuat perumpamaan bagi orang
mukmin dan orang munafik serta orang kafir. Perihalnya sama dengan tiga orang
yang berangkat menuju ke sebuah sungai. Lalu orang mukmin menceburkan dirinya
ke sungai itu dan berhasil menyeberanginya. Kemudian orang munafik menceburkan
dirinya; tetapi ketika ia hampir sampai ke tempat orang mukmin, tiba-tiba orang
kafir menyerunya, "Kemarilah kepadaku, karena sesungguhnya aku merasa
khawatir denganmu." Lalu orang mukmin menyerunya pula, "Kemarilah
kepadaku, kemarilah ke sisi ku." Padahal jika ia berenang terus, niscaya
ia dapat memperoleh apa yang ada di sisi orang mukmin itu. Tetapi orang munafik
itu terus-menerus dalam keadaan kebingungan di antara kedua orang tersebut,
hingga keburu datang air bah yang menenggelamkannya. Orang munafik masih tetap
dalam keadaan ragu dan kebingungan hingga ajal datang menjemputnya, sedangkan
dia masih tetap dalam keraguannya.
Nabi ﷺ menyebutkan ciri orang
munafik ada tiga; pertama, jika berbicara dia suka berdusta. Hindarilah
berdusta karena ia menggiringmu kepada keburukan dan keburukan menggiringmu
kepada api neraka. Ironinya, kita mendapati kebanyakan manusia menghalalkan
berdusta demi rupiah atau bahkan untuk sekedar membuat orang tertawa. Hadza
haram. Kedua, jika berjanji dia mengingkari. Jaga lisan kita dari ringan
mengumbar janji, sebab janji akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan
Allah. Janji adalah hutang. Ketiga, jika diberi amanah ia berkhianat. Hal ini
menunjukkan bahayanya jika salah dalam memilih pemimpin. Sebab pemimpin yang
munafik tidak akan menjaga amanah yang diberikan bahkan condong merusak dan
menghancurkannya.
Munafiq terbagi dua. Munafiq
secara lisan dan munafik iman. Kelompok pertama, masih tergolong muslim,
kelompok kedua sudah keluar dari Islam. Kelompok kedua inilah yang disepakati
berada pada bagian paling dasar api neraka.
Semoga
Allah menjaga kita dari sifat-sifat munafik. Wallohul muwaffiq ila
aqwamitthariq.
Komentar
Posting Komentar