Ragam Rezeki
“Ragam Rezeki”
Setiap pemberian Allah baik
yang bisa diindera atau tidak kepada setiap mahkluknya merupakan rezeki
dariNya. Rezeki sesuatu yang pasti ada. Ia sudah ditetapkan oleh Allah 50.000
tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Tidak ada makhluk yang terlahir
melainkan bersamanya melekat rezekinya. Alangkah banyak dari manusia yang
tertipu atau mungkin lupa akan hal tersebut, sehingga didapati kehidupannya
disibukkan 24 jam untuk memikirkan bagiannya, padahal ia adalah sesuatu yang
sudah ditetapkan.
Selama manusia masih bernafas,
selama itu pula rezekinya masih ada. Artinya jika ajal sudah menjemput,
pertanda bagiannya di dunia sudah habis. Maka, memikirkan sesuatu yang sudah
pasti logis atau tidak? Pada dasarnya logis, jika yang dipikirkan adalah cara,
wasilah bagaimana rezeki tersebut sampai kepada pemiliknya. Sebaliknya, jika
seseorang menghabiskan waktunya hanya untuk bertanya dalam angan-angan, mau
makan apa besok, biaya sekolah anak darimana, cicilan kontrakan rumah berapa, dan
sebaginya lalu lupa ikhtiar, bahkan lupa mengetuk pintu langit, Dzat Pemilik
Rezeki dan Pengaturnya, sungguh orang tersebut telah dzalim terhadap dirinya.
Penting. Konsep rezeki, bahwa
Allah yang mengatur siapa yang dia berikan rezeki tanpa batas, sebagian lagi
dia uji dengan kesempitan rezeki. Artinya, kaya adalah ketetapan Allah. Serba
berkekurangan juga ketentuan Allah. Sebab itu tidak perlu silau dengan apa yang
ada di tangan manusia, apalagi hasad. Hanya saja kita tidak pernah tahu
dimanakah bagian kita? Maka tawakkallah. Tawakkal dalam hal rezeki adalah
dengan berusaha maksimal. Ikhtiar total. Jika hari ini satu sumur belum
mencukupi, atau belum menutupi kebutuhan, maka coba dengan membuka sumur yang
lain. Terus tambah sumurnya dan perbanyak timbanya, dengan harapan air yang
dibawa pulang semakin banyak.
Tanda adilnya Allah, bahwa kaya
tidak selalu identik dengan harta, uang, emas, banyaknya tanah, kebun dan
sebagainya, tetapi kaya bisa jadi dengan hati yang berkecukupan, lapang
menghadapi semua persoalan hidup, bisa jadi dengan banyaknya anak, suami istri
rukun, sehat sepanjang tahun, tidak pernah ke ruang ICU, makan apapun lauknya
terasa enak, tidur tetap nyenyak, dengan tetangga hubungan baik, dan
sebagainya.
Persoalan muncul, ketika konsep
rezeki dipandang dari sisi bendawi, materi saja. Dunia akan terasa sempit, dada
sesak. Jika berprinsip demikian, Orang tersebut akan cenderung rakus dan pelit
hatta untuk anak dan istrinya. Jangankan untuk faqir dan miskin, untuk
kerabatnya dia bisa lalai.
Lebih berbahaya lagi, seseorang
yang memperoleh rezeki dan merasa ini hasil jerih payah nya semata tanpa ada
sebab lain, misalnya doa istri dan anak serta ibunya, terutama lupa dengan Dzat
Maha Pemberi Rezeki. Orang semacam ini tuhannya adalah ikhtiar. Jika tidak
hadir majlis ilmu, bisa mengarah kepada kesyirikan, dan hartanya bisa tidak
berkah.
Kesibukan mencari rezeki
hendaknya jangan sampai melalaikan dari beribadah kepada Allah. Sebab, termasuk
jalan mendatangkan rezeki adalah dengan ibadah. Istighfar, jaminan bagi
datangnya rezeki. Shalat subuh berjamaah, orang tersebut dalam jaminan Allah. Shalat
dhuha, pembuka rezeki. Orang taat kepada Allah hidupnya pasti sukses. Orang
bertaqwa pasti kehidupannya penuh dengan jalan keluar, urusannya mudah, dan di
akherat mendapat pahala yang besar. Tidak ada keraguan padanya. Tentu bukan
sekadar taat dan taqwa yang temporer atau coba-boba, melainkan taat dan taqwa
yang maksimal dan konsisten.
Jangan pernah meremehkan amal
sholih sekecil apapun, bisa jadi dengan sebab amal kecil itu ridho Allah masih
didapat. Jangan pernah tinggalkan wirid harianmu sedikit apapun, bisa jadi ia
yang mengundang rahmat Allah padamu. Sebaliknya, jangan pernah remehkan dosa
sekecil apapun, bisa jadi ia penyebab rezekimu terhambat, murka Allah datang
cepat atau lambat.
Sebab lain, terputusnya
silaturahmi. Sambungkan silaturahmi, insyaAllah rezekimu lapang. Terutama
dengan ibu dan ayahmu, lalu kerabat dan gurumu, dan lainnya. Pantang besar,
jika hubungan dengan ibu bapak tidak sehat. Lupa dengan guru dan haknya mereka.
minimal dengan mendoakan mereka. berapa kali dalam sehari semalam kita
mendoakan mereka?
Dahsyatnya, ada orang yang
berani memutus hubungan dengan dzurriyah Rasulullah. Merendahkan mereka,
bahkan memusuhi. Padahal, Abu bakar berkata; “menyambung hubungan dengan
kerabat Rasulullah lebih aku cintai dari menyambung hubungan dengan kerabatku
sendiri”. Ya, bagaimana mungkin orang mengaku cinta pada Nabi, tapi tidak suka
dengan dzurriyahnya. Bagaimana mungkin ia mengaku umat Nabi, tapi
merendahkan dan mencaci keturunannya. Layakkah orang-orang semacam ini kita
ikuti? Tentu tidak. Orang yang cinta kepada Nabi, maka ia mencintai semua yang
berkaitan dengan Nabi, apalagi cucunya Nabi, mengalir darah Nabi di badan merka.
“Barangsiapa menyakiti husein, ia menyakiti aku”, kata Nabi. Orang yang benar
cintanya kepada Nabi, lisannya tidak akan latah dalam menyakiti keluarga Nabi.
Untaian kisah datangnya rezeki
dari arah yang tidak diduga.
Biaya lahiran dan sewa rumah dua
tahun gratis
Seorang pemuda, sebut saja
namanya Wahyu. Sejak usia 22 tahun (tahun 2014) telah bercita-cita untuk
menikah. Malang tak dapat ditolak, satu persatu calon diusahakan, hingga
penghujung tahun 2018, masih belum juga dipertemukan dengan jodoh. Ada saja
penghalang dan gagal. Hingga akhirnya, melalui momen 212 Jakarta, jodohnya
dipertemukan. Menikah di awal januari, 2019. Sebagai rumah tangga muda, tentu
tidak mudah. Apalagi saat itu keadaan keuangan sangat terbatas, pas pasan.
Singkat cerita, anak pertama
lahir. Tumbuh hingga 1 tahun dan dengan ijin Allah, anak kedua menyusul.
Sebelum kelahiran anak kedua, keluarga kecil mereka pindah ke Tulungagung, Jawa
Timur. Kehidupan baru lagi. Gaji awal 600 ribu Rupiah. Saat itu mendekati
lebaran, istri mau melahirkan plus akan pindah rumah dari Tulungagung ke
Malang. Belum biaya pindahan. Semuanya menumpuk di pikiran. Kebayangkan
bagaimana galaunya (sebagai manusia) dengan kebutuhan banyak, realitanya gaji
hanya 600 ribu. Tapi…
Ingat! Allah itu tidak buta. Allah itu tidak pernah ingkar janji. Allah pasti akan memenuhi setiap hajat hambanya selama hamba tersebut mau ikhtiar bekerja dan mengetuk pintu langit. Ikhtiar yang dilakukan saudara Wahyu yaitu menjaga hubungan baik dengan siapapun terutama dengan orang tua di rumah dan di perantauan. Ternyata rezeki itu datang melalui perantaraan orang tua di perantauan. Alangkah seringnya dalam hidup kita berharap rezeki dari pintu bekerja, ternyata Allah dengan caranya mendatangkan rezeki justru dari pintu lain. Demikian pula yang dialami keluarga kecil Wahyu ini. Semuanya terpenuhi bahkan diluar ekspektasi. Rumah dibayar 2 tahun penuh, persiapan lahiran dapat 5 juta lebih, mobil plus supir disediakan gratis. Subhanalloh walhamdu lillah.
Berangkat umroh gratis dan mengumrohkan ibu.
Umroh? Muslim/ muslimah mana
yang tidak berkeinginan. Demikian dengan seorang anak muda dari Mandailing
Sumatera Utara. Sebut saja namanya Lubis. Saat itu ia masih kuliah, sebagai
anak desa yang serba tiada kepastian, biaya kuliahnya pun dibiayai kadang oleh
abang atau saudaranya yang lain. Pekerjaan tidak punya. Ia ingin mengumrohkan
ibunya, jika mungkin berangkat umroh bersama. Sangat tidak logis saat itu
memberangkatkan ibunya untuk umroh. Namun, ternyata rezeki itu tidak selalu
harus masuk di logika saya atau pembaca sekalian.
Saat itu, bulan Ramadhan, bulan
dimana doa-doa diijabah, berkah turun, dosa diampunkan, momen silaturahmi
karena berdekatan dengan lebaran dan bulan kemuliaan.
Lubis sebagaimana umumnya orang
juga pulang kampung. Bertemu dengan abang iparnya. Singkat cerita terjadilah
dialog.
Ipar : Lubis, jika engkau punya uang 400 juta akan kau gunakan untuk
apa?
Lubis : (secara spontan menjawab) jangankan 400 juta, andai punya uang
25 juta saja, niscaya tidak akan saya gunakan selain untuk umroh dulu.
Ipar : loh? Kenapa demikian?
Lubis : jaminan ampunan dari
Allah bagi orang yang umroh, jaminan tidak akan berkurang/ miskin harta orang
yang umroh, wisata rohaninya muslimin, dan sebagainya.
Ipar : (merasa tertarik) ya sudah, kamu ikut saya saja umroh, semua
biayanya saya yang penuhi.
Iparnya Lubis, menjadi wasilah
sampainya ia ke kota suci Mekkah dan Madinah. Tentu semua itu terjadi tidak
kebetulan. Ada rentetan ikhtiar sebelumnya, yakni doa tulus yang Lubis lakukan
secara konsisten setiap selesai membaca Al Quran. Berdoa setelah membaca Al
Quran ternyata mustajab.
Komentar
Posting Komentar